Breaking News
Join This Site
Sejarah hukum adat / sejarah politik hukum adat pada zaman-zamannya

Sejarah hukum adat / sejarah politik hukum adat pada zaman-zamannya


I. Hukum adat di zaman hindu
Perkembangan hukum adat sebagai aturan rakyat di zaman hindu berlaku sejak zaman melayu polinesia, zaman hindu sriwijaya, mataram I, majapahit sampai timbulnya kerajaan-kerajaan Islam.

1)    Zaman Melayu Polinesia
Menurut para ahli sejarah nenek moyang bangsa Indonesia meninggalkan daratan asia dan memasuki kepulauan Indonesia berlaku sejak sekitar tahun 1500 SM sampai dengan 300 SM. Kedatangan mereka di Indonesia terjadi dalam dua gelombang, gelombang pertama disebut proto malaio (melayu tua) dangelombang kedua disebut deutro malaio (melayu muda).
Besar kemungkinan diantara kelompok melayu muda itu sudah dipengaruhi ajaran filsafat kong hu chu (551 SM-479 SM) yang membedakan antara “li” (adat sopan santun) dan “yen” (cinta kasih sesame manusia). Sehingga diantara masyarakat adat di berbagai kepulauan sudah dipengaruhi ajaran filsafat.
Sedangkan pada kelompok-kelompok masyarakat melau tua perilaku budayanya masih serba dipengaruhi zat-zat kesaktian. Sebagaimana dikatakan M. Yamin kebanyakan masyarakat di pengaruhi oleh lima jenis zat kesaktian, yaitu “paduan kesaktian”, bahwa disekitar manusia itu ada yang gaib mengawasi kehidupannya; “sari kesaktian”, bahwa didalam diri manusia itu ada jiwa semangat; “sang hyang kesaktian”, bahwa ada tuhan yang kuasa; “pengantara kesaktian”, bahwa ada manusia yang dapat berhubungan dengan yang gaib. (M. Yamin, 1960: 63-83).

2)    Zaman Sriwijaya
Zaman hindu-buddha dimulai sejak berdirinya Negara sriwijaya yang berpusat di Palembang. Negara sriwijaya hidup sejak abad ke-7 sampai abad 13. Dengan masuknya pengaruh ajaran-ajaran hindu-buddha dari india ke kepulauan Indonesia, maka di pusat-pusat pemerintahankerajaan berlaku hukum hindu-buddha yang bercampur dengan hukum adat setempat, sedangkan didaerah-daerah pedalaman berbagai masyarakat adat tetap berpegang dengan hukum adat setempat yang tumbuh dan berkembang dengan di sana-sini dipengaruhi oleh ajaran-ajaran hindu-budha.

Bentuk hukum tertulis yang merupakan peraturan perundanga dari kekuasaan pemerintahan di zaman sriwijaya yang dapat kita ketahui di masa sekarang, adalah dalam bentuk “prasasti” yang ditulis diatas batu atau tembaga. Salah satu dari prasasti tersebut menyerukan kepada para dewa dan mkhluk tinggi agar melindungi kedatuan sriwijaya dan kutukan terhadap mereka yang tidak setia kepada datu sriwijaya dan kebahagiaan bagi mereka yang mengabdi.

Dalam abad ke-8 di masa kekuasaan dinasti sriwijaya di jawa di jaman raja sanjaya kaidah-kaidah yang bersifat hukum bercampur denga uraian tentang keadaan keagamaan, pemerintahan, perekonomian, pertanian, dan sebagainya. di antara  prasasti zaman sriwijaya dari abad ke-8 dan abad ke-9 yang mengandung hukum dimana dipercaya oleh masyarakatnya sebagai mengatur tentang keagamaan, perekonomian, pertambangan, kekayaan, pertanahan, pengairan dan peradilan perkara perdata.

3)    Zaman Mataram I
Sampai abad ke-10 jawa barat masih tetap berada di bawah pengaruh kekuasaan sriwijaya, sedangkan jawa tengah dan jawa timur cenderung untuk bersatu dan memisah dari pengaruh sriwijaya. Disekitar tahun 907 putera mahkota balitung diangkat menjadi raja mataram I (rakai Mataram I). dalam menjalankan pemerintahan dari pusat pemerintahan di medang (prambanan). Raja balitung didampingi Da-tso-kan-hiyung (perdana menteri) yang di bantu oleh empat menteri dan membawahi 28 daerah kabupaten. Para pejabat kehakiman bergelar “samgat-i-tiruan” dan “samgat-mahwi”.

Sampai abad ke-13 dan berdirinya kerajaan majapahit (1294) aturan-aturan hukum perundang-undanganyang berbentuk prasasti batu, piagam atau berdasar berita dari luar (cina) yang kita sebut rangkaian zaman Mataram I. pada saat itu ketika kerajaan Mataram I (Medang) diubrak-abrik raja Wura-wari dari sriwijaya pada tahun 1006 pangeran airlangga dengan beberapa pengikutnya yang setia menyingkir ketempat pertapaan di wonogiri. Pada tahun 1010 ketika ia berumur 20 tahun rakyat dan para brahma memohon agar airlangga bersedia menjadi raja kembali. Dari prasasti lembaran tembaga yang ditemukan di ilir Surabaya menunjukkan pada tahun 1019 airlangga telah menguasai daerah pedalaman antara Surabaya dan pasuruan. Menurut piagam batu cibadak tahun 1030 dapat diketahui bahwa daerah jawa barat masih tetap dibawah pengaruh sriwijaya.

Kemudian dari kedua kerajaan yang ditinggalakan airlangga setelah wafat (1049). Ternyata yang bangkit membuat sejarah adalah Kediri, terutama di masa jayabaya (1135-1157) yang mengadakan hubungan internasional dengan cina. Dari berita cina kita dapat mengetahui betapa makmur sejahteranya kerajaan Kediri. Setelah berakhirnya kekuasaan dinasti mpu sindok dikediri pada tahun 1222, maka berakirlah kekuasaan dinasti pemerintahan berdasarkan hukum hindu-buddha, digantikan oleh dinasti kekuasaan baru yang asli berdasarkan hukum hindu java, yang dalam uraian ini merupakan zaman pra-majapahit, yaitu berdirinya kerajaan singosari oleh ken angrok, seorang raja dari rakyat yang jelata.

4)    Zaman Majapahit
Dari kitab puisi Negara kartagama (1365) dan kitab prosa pararaton (1481) dapat kita ketahui betapa raja kertajaya, raja Kediri yang terakhir dapat dijatuhkan oleh ken angrok, yang kemudian mendirikan kerajaan singosari. Ken angrok menjadi raja singosari pertama berkududukan di ibukota kutaraja (tumapel) dengan gelar rajasa. Selama pemerintahannya (1222-1227) rajasa mengembangkan hukum di bidang pemerintahan dan pertahanan. Diantara raja yang terkenal dizaman singosari ialah raja kertanagara(1268-1292). Pada tahun 1275 ia mengirim ekspedisi militer pamalayu ke melayu-jambi. Ketika ekspedisi ini kembali kejawa dibawa serta dus puteri melayu ialah dara petak dan dara jingga. Pada tahun 1280 raja cina kubilai khan menirim utusan untuk menundukkan kertanegara tidak berhasil, kemudian pada tahun 1289 datang lagi utusan cina, bukan diterima dengan baik, melainkan dilukai mukanya, akibatnya kubilai khan mempersiapkan tentaranya untuk menyerang jawa.
Sementara itu terjadi pemberontakan jayakatwang pada tahun 1292 yang agberakibat raja kertanegara gugur dalam pertempuran istana. Salah seorang panglima dan menantukertanegara adalah raden wijaya, menyingkir dan berlindung pada adipati sungeneb (Madura) arya wiraraja. Kemudian atas anjuran wiraraja. Maka raden wijaya mengabdi kembali kepada jaya katwang dan mendapat tanah tandus terik. Di atas tanah tandus terik dimana terdapat buah maja yang pahit raden wijaya dan para pengikutnya mendirikan desa yang dinamakannya maja pahit.

Dimasa  kekuasaan raja jayanegara (1309-1328) banyak terjadi pemberontakan. Sehingga bangkitnya gajah mada menjadi abdi Negara pada tahun 1319. Jayanegara digantikan ratu pemangku  bhre kahuripan anak raden wijaya dari isteri pertama. Ratu pemangku ini dengan suaminya kertawardhana menurunkan putra bernama hayam wuruk. Pada tahun 1343 mahamenteri adityawarman kembali ke melayu, kemudian memindahkan pusat kerajaan dharmasraya (sijunjung) ke batang bengkawas di kaki gunung merapi. Ketika Islam telah memulai berkembang dari aceh. Hayam wuruk dinobatkan menjadi raja majapahit ke-4 pada umur 16 tahun dengan gelar rajasanegara ia dapat menjalankan pemerintahan Negara dengan baik karena didampingi dengan majapatih. Gajah mada yang telah menjadi perdana menteri sejak tahun 1331. System pemerintahan Negara di zaman hayam wuruk dan gajahmada yaitu adanya pemerintahan umum, kehakiman dan peradilan serta politik luar negeri.

Sejak wafatnya hayam wuruk pada tahun 1389 dan menyingkirnya dan terus menghilangnya gajah mada, maka para raja penggantinya yang kemudian, tidak ada lagi yang dapat mengembalikan seperti kejayaan majapahit dimasa hayam wuruk dan gajah mada. Negara terus merosot pamornya sampai masa raja-raja terakhir inilah timbul cikal-bakal raja-raja demak dan mataram II. Menurunnya kerajaan maja pahit dikarenakan masuknya pengaruh Islam sejak akhir abad ke-14 dan permulaan abad ke-15 secara damai di bawah pimpinan para wali, Maulana Malik Ibrahim yang wafatnya di Gresik  tahun 1419.


II. Hukum Adat di Zaman Islam
1)    Zaman Aceh Darussalam
Agama Islam memasuki kepulauan Indonesia dimulai dari daerah aceh pada pertengahan akhir abad ke-12, dengan berdirinya kesultanan perlak, Samudera Pasai dan aceh Darussalam. Kesultanan perlak terletak disebelah timur Samudera Pasai, yang didirikan pedagang arab yang kawin dengan puteri marah perlak dan melahirkan sulta perlak yang pertama, yaitu sayid abdul aziz dengan gelar alaidin syah (1161-1186). Setelah berdirinya kesultanan perlak selama 83 tahun, maka pada tahun 1243 kesultanan ini digabungkan dengan kesultanan Samudera Pasai yang berdiri pada pertengahan akhir abad ke-13.
Pada tahun 1521 kerajaan samudera pasai diserang dan diduduki tentara portugis, sehingga para pedagang islam menyingkirkan diri ke daerah-daerah lain di Indonesia. Pada tahun 1524 sultan ali mughayat syah dari kerajaan aceh besar merebut kembali samudera pasai dari tangan portugis setelah tewasnya panglima portugis ruy de bruto setelah mughayat syah wafat pada tahun 1530. Maka penggantinya yaitu puteranya sultan ala’udin riayat syah al-kahhar yang dapat mengembangkan kerajaannya sampai dikenal di luar negeri
Setelah itu, di zaman kekuasaan sultan iskandar muda (1607-1636) daerah kekuasaan hampir meliputi daerah seluruh pulau sumatera-bengkulu, tetapi untuk kesekian kalinya berusaha perang untuk menghalau portugis dari bumi malaka tidak berhasil. Kemudia sultan iskandar muda wafat dalam umur 46 tahun pada tanggal 27 desember 1636, ia digantikan sultan iskandar tsani yang hanya memerintah selama 5 tahun (1636-1641).kemudian iskandar tsani digantikan puteri iskandar muda yaitu sultanah taj’al alam yang memerintah selama 34 tahun (1641-1675). Patut diperhatikan bahwa wafatnya iskandar tsani dikarenakan kelicikan penjajahan belanda (VOC).
Sultanah taj’al alam wafat pada tanggal 23 oktober 1675 dengan meninggalkan keadaan Negara yang semakin rapuh persatuaannya. Kemudian dipilihlah sultan yang selanjutnya untuk meneruskan kerajaan ia yaitu, sultan alaudin muhammad johansyah (1781-1795). Selama berlangsungnya kekuasaan sultan m. johansyah akhirnya wafat pada tahun 1795, darusslam aceh masih diperintah oleh beberapa sultan, yang kedudukannya hanya sebagai lambang dan kekuasaanya sebenarnya dipegang oleh panglima sagi dan ulue baling, sampai belanda menyatakan perang dengan resmi terhadap kerajaan aceh pada tanggal 2 maret 1873.

2). Zaman Demak
Termasuk dalam zaman ini ada empat kerajaan islam di jawa yang ada kaitannya yaitu kerajaan demak, pajang, mataram II, dan banten. Keempat kerajaan ini dilaksanakan berdasarkan hukum islam dan hukum adat, serta peraturan-peraturan kerajaan masing-masing. Disekitar abd ke-15 daerah demak masih di bawah kekuasaan majapahit. Kemudian yang memimpin kekuasaan kerajaan pada waktu itu ialah raden patah dimana ia wafat pada tahun 1518 dan digantikan oleh puteranya adipati unus yang menjadi bupati di jepara. Adipati unus menjadi raja berlangsung selama 3 tahun dan kemudian digantikan oleh pamannya pangeran trenggana yang menjadi sulta demak selama 25 tahun.
Setelsh wafatnya trenggana terjadi perebutan kekuasaan antara jaka tingkir menantu trenggana menjadi bupati panjang dengan aria penangsang anak saudara trenggana. Selama 36 tahun berdirinya kerajaan panjang (1546-1582). Penyebaran islam mendai tersendat-sendat karena masyarakat sekitarnya masih banyak dipengaruhi ajaran syiwa Buddha, yang kemudian melahirkan faham kejawen. Ajaran kejawen ini lebih mengutamakan hakekat dari pada syareat. Akibat hukum islam yang berlaku bercampur aduk dengan sisa-sisa hukum hindu, dan menjelma ke dalam hukum adat.

3). Zaman Mataram II
Sultan Mataram II yang berpengaruh adalah Mas Rasrangsang yang bergelar Panembahan Aagung Senopati Ing Alogo Ngabdurahman, yang disingkat sultan agung, memerintah kerajaan selama 32 tahun (1613-1645). Kemudian lambat laun yang berlaku adalah penyelesaian perkara padu dan system peradilan setempat  yang dipengaruhi oleh islam dan penyebaran agama islam di jawa barat perubahan mana bertambah sejak sultan agung digantikan amangkurat I (1646-1647). Karen sistemnya yang sangat lemah seluruh daerah pesisir jawa jatuh ketangan pemberontaka, dan akhirnya kedudukan amangkurat I digantikan oleh puteranya Adipati Anom sebagai amangkurat II (1677-1703). Amengkurat II pun jatuh masa jayanya dengan pemberontakan atas trunojoyo dan banyak kehilangan daerah kekuasaan yang diambil oleh VOC dimana perjanjian yang telah disepakatinya.
Sejak tahun 1703 yang menjadi raja mataram adalah amangkurat III (1703-1708).  Sejak masa itu berangsur-angsur daerah mataram menjadi kecil dikarenakan perang saudara. Setelah itu, runtuhlah kerajaan mataram di masa sultan  paku buwono II (1727-1749).yang menyerahkan kerajaan mataram kepada VOC, sampai akhirnya menjadi kerajaan Surakarta dan Yogyakarta dengan empat orang raja.

4). Zaman Cirebon dan Banten
Fatahilllah salah seorang panglima dari demak, kemudian bersama dengan sunan gunung jati, dapat menundukkan sunda kelapa pada tahun 1527, setelah menundukkan banten, yang ketika itu merupakan kota pelabuhan dari pajajaran kemudian banten diserahkan oleh sunan gunung jati kepada puteranya maulana hasanudin yang menjadi sultan banten pertama (1522-1570). Dari hasil penelitian yang kemudian dilakukan VOC, dapat diketahui bahwa hukum yang berlaku didaerah periangan masih sangat dipengaruhi oleh hukum dan peradilan menurut system dari masa pengaruh kekuasaan sulta agung mataram. System yang berlaku adalah peradilan agama, peradilan drigama, peradilan cilaga, sedangkan hukumnya berdasarkan hukum islam dan hukum adat lama.
Oleh karena sifat hubungan antara pemerintah kesultanan di banten dengan daerah lampung yang dipengaruhinya bersifat protektorat (pelindung). Seperti halnya didaerah lampung beberapa kepala adat ditetapkan sebagai punggawa kesultanan banten untuk mengurus kaum kerabatnya masing-masing. Dengan demikian di lampung sampai masa kekuasaan raden inten berakhir (1856) untuk urusan agama berlaku hukum islam dan untuk urusan umum berlaku kitab kutara adat lampung.

5). Kerajaan dan Persekutuan Adat Lainnya
Masih terdapatnya beberapa kerajaan islam kecil-kecil, baik di sumatera, Kalimantan, nusa tenggara, bali dan Maluku. Kerajaan-kerajaan tersebut juga mempunyai aturan-aturan undang-undang rajanya masing-masing. Begitupula halnya dengan berbagai persekutuan-persekutuan hukum adat diberbagai pedesaan diseluruh nusantara ini, mempunyai pula berbagai aturan-aturan adanya yang tertulis dan tidak tertulis. Sebagian besar kitan perundangan asli tersebut kita ketahui setelah adanya penemuan orang-orang barat dari zaman VOC dan pemerintah hindia belanda.


III. Hukum dan Peradilan Di Zaman Kompeni
1)    Zaman VOC
Pada tanggal 20 maret 1602 di negeri belanda dibentuk suatu perserikatan dagang besar sebagai gabungan dari berbagai perusahaan untuk melaksanakan perdagangan di hindia timur. Perserikatan itu dinamakan vereenigde oost-indiesche compagnie (VOC) atau perserikatan dagang (kompeni) hindia timur. Untuk mencapai tujuannya yaitu mendapatkan laba. Pada tanggal 30 mei 1619 gubernur jenderal jan pieterszoon coen dapat menduduki Jakarta dari tangan kesultanan banten dan mendirikan benteng Batavia. Berdasarkan resolusi tanggal 24 maret 1960 VOC mengangkat seorang baljiuw yang berkedudukan sebagai kepala urusan jutisi dan merangkap pula sebagai kepala kepolisian untuk daerah jayakarta.
Hukum perundangan yang digunakan dalam memeriksa dan mengadili perkara ketika itu adalah aturan-aturan dalam bentuk plakat dan ketetapan-ketetapan VOC. Jika dari peraturan-peraturan tersebut tidak cukup maka dilihat juga hukum belanda kuno dan hukum romawi. Yang bertindak sebagai penuntut umum dalam perkara pidana adalah adpokat piskal.dalam tahun 1651 di dalam college van schepenen ditempatkan seorang landrost yang bertugas sebagai penuntut umum perkara pidana yang diajukan kepada schepenbank Batavia.selain itu, menurut papakem Cirebon diatur tentang peradilan dengan 7 orang jaksa, sehingga disebut jaksa pepitu.
Apabila dalam peradilan jaksa pepitu tidak tercapai kesepakatan untuk mengambil suatu keputusan mengenai suatu perkara, maka perkara itu diteruskan pada siding peradilan para temanggung yang anggotanya terdiri dari 4 orang patih dari masing-masing kesultanan. Dengan resolusi tanggal 7 nopember 1754 gubernur jenderal mossel memerintahkan kepada gocommitteeerde freyer menyusun suatu kitab hukum perundangan bagi peradilan di daerah-daerah jajahan VOC, yang diberi nama compendium freyer, tetapi pada kenyataannya tidak semua ketentuan hukum compendium tersebut dapat berjalan lancar, dikarenakan aturan-aturannya kebanyakan berdasarkan hukum islam, terutama yang menyangkut hukum waris yang berbeda dengan kenyataan yang berlaku dalam masyarakat.

2)    Zaman Daendels
Dalam tahun 1795 negeri belanda yang semula merupakan republic der zeven vereenigde nederlanden berubah menjadi bataafse republiek. Pada tahun 1798 pemerintah bataafse republiek membatalkan hak oktroi VOC dan semua harta kekayaan dan hutang-hutangnya diambil alih oleh betaafse republiek. Selanjutnya mengenai perubahan hukum dan peradilan oleh daendels untuk daerah kota jayakarta dan sekitarnya, dilakukannya perubahan pejabat dalam raad van justitie yang telah berubah menjadi hoogeraad. Begitupula berdasarkan keputusannya tanggal 15 maret 1808 lingkungan kekuasaan schepenbank diadakannya perubahan. Peradilan sipil dan criminal diserahkan kepada drossaard sedangkan gecommitteerde tot en over de zaken van den inlander dan peradilan heemraden dihapus.
Di setiap ibu kota kabupaten di jawa tengah dan di jawa timur dibentuk pula vredegerecht yang merupakan peradilan untuk memeriksa perkara-perkara kecil. Vredegerecht ini diketuai oleh bupati yang didampingi oleh penghulu dengan beberapa anggota. Jadi perubahan-perubahan yang dilakukan oleh daendels telah meletakkan dasar-dasar bagi susunan peradilan di masa akan datang. Hanya sayangnya didalam pelaksanaan daendels sendiri terlalu banyak mencampuri urusan peradilan, bahkan seringkali mengambil keputusan yang kejam menyimpang dari ketentuan peradilan yang telah digariskannya sendiri.

3)    Zaman Raffles
Dikarenakan tindakan-tindakannya yang kasar dan kejam, begitupula dengan menyangkut kelemhannya dalam masalah keuangan, maka ia digantikan pada tanggal 16 Mei 1811 oleh gubernur jenderal jan William janssens dengan memikul tugas memperbaiki keadaan dalam negeri dan menghadapi ancaman inggris. Belum lagi janssens mantap duduk memerintah, pada tanggal 4 agustus 1811 ekspedisi tentara inggris yang langsung dipimpin oleh lord minto dengan sekretarisnya sir Thomas Stamford raffles mendarat di jawa.
Tujuan yang baik dari pemerintahan raffles itu kebanyakan hanya diatas kertas saja, karena ia terlalu banyak suka berteori. Menurut proklamasi tanggal 21 Januari 1812, Raffles melakukan perubahan dalam susunan organisasi peradilan menurut bangun hukum inggris yaitu memisahkan antara badan-badan pengadilan dan magistrat yang dirubahnya.disamping itu masih ada lagi pengadilan magistirat yang mengadili perkara pelanggaran kecil-kecil. Dijayakarta ada 4 magistrat. Magistrat ini bertindak sebagai pitonele juristidictie, seperti di masa VOC mempunyai tugas kepolisian dan peradilan kepolisian.
Dengan demikian dimasa kekuasaan rafles hukum adat rakyat dihormati keberlakuannya, oleh karena ia menganggap bahwa hukum adat itu sesuai dengan kesadaran hukum rakyat. Apa yang dimaksud dengan hukum rakyat atau hukum adat di zaman rafles adalah sesungguhnya hukum islam yang terdapat didalam kitab-kitab hukum yang ada. Oleh karena itu, raffles bertentangan dengan panitia meckenzie yang menyatakan bahwa hukum adat itu tidak terdapat di dalam buku-buku, namun harus diteliti dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.


IV. Hukum Adat Setelah Kemerdekaan
1)    Zaman Jepang
Pada tanggal 9 Maret 1942 pemerintah hindia belanda bertekuk lutut menyerah tanpa syarat kepada jepang. Gubernur jenderal tjarda van starkenborgh stachouwer dibawa jepang ke Taiwan. Namun pada tanggal 14 agustus 1945 jepang terpaksa menyerah kepada sekutu akibat bom atom yang dijatuhkan amerika pada tanggal 6 agustus 1945 di horishima. Hal mana berarti Indonesia diduduki jepang hanya selama tiga tahun lima bulan lima hari.
Selama pemerintahan jepang pada umumnya yang berlaku adalah hukum militer, hukum perundangan apalagi hukum adat tidak mendapat perhatian sama sekali. Mendekati  tahun 1945 orang-orang jepang mulai berbaik hati, terlihat bendera merah putih telah dapat berkibar di samping bendera hinomaru. Pada tanggal 28 Mei 1945 panitia penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan (PPPK) yang diketuai Dr. Radjiman Wediodeningrat.

2)    Zaman Perjuangan
Proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 agustus 1945, adalah berdasarkan hukum adat, sebagai kelanjutan dari keputusan kongres pemuda Indonesia pada tahun 1928 dan perjnuangan pada pergerakan kemerdekaan Indonesia sebelumnya. Dikatakan berdasarkan hukum adat oleh karena kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Demikian dinyatakan dalam alinea pertama piagam Jakarta yang ditandatangani soekarno, hatta dan tujuh pemimpin yang lainnya. Isi piagam tersebut kemudian menjadi pembukaan UUD 1945.
   
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPPK mengadakan rapat yang dipimpin Soekarno dan Moh. Hatta dengan ke-16 orang anggotanya, ketika itu diumumkan berlakunya UUD 1945 dan Kommite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mengadakan rapatnya yang pertama. Walaupun dalam UUD tersebut tidak digunakan istilah Pancasila dan hukum adat, namun dari pembukaan UUD 1945 itu dapat diketahui adanya unsur-unsur pancasila dan hukum adat.pada tanggal 17 Maret 1947 di balai perguruan tinggi gadjah mada djogjakarta, prof. mr. dr. r. soepomo menyampaikan pidato dies berjudul “kedudukan hukum adat di kemudian hari” yang isinya menguraikan tentang hukum adat yang tidak berbeda dengan pendapat van Hollenhoven.

3)    Sejak UUDS 1950
Berdasarkan piagam persetujuan antara delegasi republic Indonesia dan delegasi BFO atau pertemuan untuk permusyawaratan federal di scheveningan belanda (agustus-oktober 1949) lahirlah konstitusi RIS yang dinyatakan berlaku pada tanggal 6 februari 1950. Di dalam konstitusi RIS mengenai hukum adat antara lain,pasal 144 (1) aturan-aturan hukum adat yang menjadi dasar hukuman. Namun ketentuan-ketentuan tersebut dapat dikatakan tidak pernah digunakan oleh karena sejak tanggal 17 Agustus 1950 (Ln. 50-56) telah berlaku UUDS, yang mengambil alih ketentuan-ketentuan tersebut.
Djojodigoeno pada tahun 1958 mengemukakan bahwa “hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan….(tetapi bersumber) dari kekuasaan pemerintah Negara atau salah satu sendinya dan kekuasaan masyarakat sendiri. Pokok pangkal hukum adat Indonesia adalah ugeran-ugeran yang dapat disimpulkan dari sumber tersebut di atas dan timbul langsung sebagaipernyataan kebudayaan orang Indonesia asli, tegasnya sebagai pernyataan rasa keadilannya dalam perhubungan pamrih. Unsur lainnya yang tidak begitu besar artinya atas luas pengaruhnya ialah unsur-unsur keagamaan, teristimewa unsur-unsur keagamaan, teristimewa unsur-unsur yang dibawa oleh agama islam”.(djojodigoeno, 1958:8).

4)    Sejak Dekrit 5 Juli 1959
Pada konstituante dalam masa UUDS 1950 tidak dapat menyelesaikan tugas pada waktunya, maka soekarno selaku presiden RI / Panglima tertinggi angkatan perang mengucapkan dekrit tanggal 5 juli 1959, yang menetapkan pembubaran konstituante, UUD 1945 berlaku lagi dan tidak berlakunya lagi UUDS. Kemudian berdasarkan ketetapan MPRS no. II/1960 maka hukum adat menjadi landasan tata hukum nasional.
Hal mana dapat kita lihat keberlakuannya dalam praktek pengdilan, misalnya putusan mahkamah agung tanggal 23-08-1960 no. 225 K /Sip/ 1960, bahwa “hibah tidak memerlukan persetujuan ahli waris, hibah tidak mengakibatkan ahli waris dari si penghibah tidak berhak lagi atas harta peninggalan dari si penghibah, hibah wasiat tidak boleh merugikan ahli waris dari si penghibah”.
Putusan mahkamah agung tersebut merupakan putusan dari hukum adat local yang berlaku di Jawa Tengah, sedangkan putusan yang sifatnya mengarah kepada hukum adat yang nasional misalnya putusan mahkamah agung tanggal 01-11-1961 no. 179/ K/Sip /1961 yang menyatakan bahwa “anak perempuan dan anak lelaki dari seorang peninggal warisan bersama hak atas hak warisan dalam arti, bahwa bagian anak lelaki adalah sama dengan anak perempuan”. Tetapi putusan seperti ini belum dapat berlaku di kalangan masyarakat adat yang masih berpegang teguh pada system mayorat seperti di lampung.

5)    Sejak Orde Baru
Pada tanggal 30 september 1965 PKI melancarkan G.30.S. kemudian berdasarkan SP 11 Maret 1966 jenderal soreharto membubarkan PKI. Berdasarkan TAP MPRS no. XXXIII tahun 1967 soeharto ditetapkan sebagai pejabat presiden RI, kemudian dikukuhkan sebagai presiden RI dalam siding umum MPRS ke V, maka mulailah zaman orde baru. Di masa orde baru yaitu pada tanggal 2 januari 1974 diundangkan undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Di dalam undang-undang tersebut tidak juga dengan tegas di gunakan istilah hukum adat, namun tidak berarti bahwa undang-undang itu terlepas sama sekali dari hukum adat yang terdapat dalam bab VII pasal 35-37 tentang harta benda dalam perkawinan.
Pada tanggal 15-17 januari 1975 badan pembinann hukum nasional (BPHAN) bekerja sama dengan fakultas hukum universitas gadjah mada  mengadakan seminar hukum adat  yang menyimpulkan bahwa hukum adat itu ialah “hukum Indonesia asli” yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan RI, yang di sana-sini mengandung unsur agama. Serta hendaklah hukum adat kekeluargaan dan kewarisan lebih diperkembangkan kea rah hukum yang bersifat bilateral / parental yang memberikan kedudukan yang sederajat antara pria dan wanita.